Minggu, 12 April 2020

Misteri Kehidupan

MISTERI KEHIDUPAN


“dulu saya ingin jadi tentara, sekarang kok jadi pengusaha ya?”
“dulu saya ingin jadi polisi, sekarang kok jadi politisi ya?”
“dulu saya ingin jadi dokter, sekarang kok jadi reporter ya?”

Celotehan diatas hanya sebagai contoh antara keinginan masa lalu dan apa yang terjadi saat ini. begitulah kehidupan ini, apa yang terjadi hari esok terkadang diluar dari apa yang kita bayangkan hari ini. Begitu pula yang terjadi dalam kehidupan saya saat ini.

Saya  terlahir di sebuah tempat yang bernama Baula pada tanggal 19 April 1991 salah satu tempat yang berada di provinsi Sulawesi tenggara. Walaupun saya lahir di tempat tersebut namun saya besar di tempat lain dan menghabiskan masa kecil di beberapa tempat yang berbeda sampai-sampai saya sekolah di 4 sekolah dasar yang berbeda. Proses mencari kehidupan yang layak dari kedua orang tua saya yang tidak mempunyai pekerjaan tetap itulah yang membuat saya sampai pindah-pindah sekolah. Dari Baula (Sulawesi tenggara), kemudian ke Palopo (sulawesi selatan), dan sampai sekarang di Wolasi (Sulawesi tenggara).

Pada masa kecil itu ada salah satu peristiwa yang cukup berkesan dan tak terlupakan sampai saat ini, ketika saya dan orang tua tinggal di Palopo. Saat itu saya diajak oleh Ayah pergi ke pasar malam di sebuah lapangan melihat pertunjukan sirkus yang jaraknya lumayan jauh dari rumah, saya dibonceng menggunakan sepeda ontel ala Oemar Bakri yang telah dimodifikasi, itulah satu-satunya kendaraan yang kami miliki. Nampak dari kejauhan di tengah lapangan sebuah Tenda yang cukup besar dihiasi dengan cahaya-cahay lampu berwarna warni dan ramai terlihat orang-orang, perlahan-lahan sepeda ontel ayah saya mulai mendekati tenda dan kerumunan orang tersebut, kamipun sampai lalu memarkir sepeda dan membeli tiket. Kami masuk kedalam tenda besar yang berbentuk kubah itu, memilih tempat duduk, dan membeli beberapa camilan dari penjual-penjual keliling yang menawarkan dagangannya kepada kami. Penonton mulai memenuhi kursi di dalam tenda tersebut yang disusun bak stadion sepak bola, lalu dimulailah pertunjukan malam itu.

Saat itulah saya melihat dengan mata kepala sendiri secara langsung seekor harimau mengikuti perintah pawangnya melompati masuk melewati lingkaran api, beberapa ekor Gajah duduk di kursi, ular besar yang bermain bersama manusia, orang duduk bersila diatas paku namun tidak tertusuk, orang menggosok gosokkan punngungnya diatas pecahan kaca dan tidak terluka, orang yang kepalanya diapit batu bata merah lalu dipukul dengan palu besar sehingga batu bata tersebut pecah namun orang tersebut tidak merasakan sakit pada kepalanya, orang merubah sapu tangan menjadi burung merpati putih dan terbang mengelilingi penonton, dan aneka pertunjukkan lain yang cukup memukau dan mengusik logika saya. Pertunjukanpun usai dan kamipun pulang, diperjalanan pulang sambil menatap langit yang sudah mulai terhiasi dengan bintang-bintang saya selalu membayangkan apa yang tadi terjadi, sambil bergumam kok bisa ya?. Saya bersyukur walaupun hidup cukup sederhana, saya mempunyai sosok Ayah yang berusaha memberikan perhatian dan kasih sayang untuk kebahagiaan anaknya.               

Sebagai anak sulung dalam keluarga kecil yang sangat sederhana dan hidup di daerah pedesaan yang profesi utama dari penduduknya adalah bertani termasuk kedua orangtua saya pada saat itu juga seorang petani, kondisi itu membuat saya tidak punya sosok orang terdekat maupun orang disekitar saya yang membuat saya tertarik ingin menjadi seperti dia ketika besar nanti. Hingga suatu saat Ayah saya menceritakan seorang temannya yang berpfofesi sebagai seorang arsitek. Ayah saya menceritakan sosok tersebut dengan penuh simpati, bahwa temannya itu adalah seorang arsitek bisa merancang rumah dengan berbagai model, hingga saya pada saat itu terbayang ketika besar nanti saya ingin menjadi seorang arsitek.

Waktu terus berlalu, saat itu saya sudah duduk di bangku SMP, keinginan menjadi seorang arsitek masih tersimpan rapi dalam benak saya, dan ternyata itu didukung oleh minat saya yang suka dengan kegiatan menggambar objek-objek tertentu, tokoh film kartun, pemandangan, rumah dan sebagainya sampai-sampai saya dikenal oleh teman-teman disekolah karena suka menggambar dan hasilnya cukup membuat mereka kagum.

Manusia hanya bisa berencana Allah yang mentaqdirkan. Keinginan untuk menjadi seorang arsitek nampaknya tidak berjalan lurus, karena faktor biaya saya tidak bisa lanjut di Sekolah Menengah Kejuruan yang pada saat itu disebut dengan STM. Sehingga pilihan berikutnya masuk SMA atau masuk Madrasah Aliyah. Dengan berbagai pertimbangan Saya akhirnya memilih masuk di Madrsah Aliyah, dimana sebelumnya saya sama sekali tidak pernah berfikir akan sekolah di sekolah yang berbasis agama, bahkan ada sedikit keraguan karena disana belajar bahasa arab sementara saya tidak pernah sama sekali belajar bahasa arab. Namun dihati kecil saya mengatakan “ini adalah tantangan kamu pasti bisa, jika orang lain bisa mengapa kamu tidak!”. Saya pun menjalani proses belajar di sekolah tersebut dan hasilnya diluar dugaan, saya bisa memahami pelajaran bahasa arab yang diajarkan oleh guru di sekolah bahkan nilai bahasa arab saya mengalahkan nilai bahasa arab teman-teman alumni Madrasah Tsanawiyah dan lebih diluar dugaan lagi saya selalu mendapatkan peringkat pertama di kelas dari kelas X sampai kelas XII.

Singkat cerita, Saya mulai melupakan keinginan saya menjadi seorang arsitek dan mulai tertarik dengan profesi guru karena terpengaruh dengan perjalanan hidup Ibu saya yang menurut saya unik, yang tadinya seorang petani kemudian bisa menjadi guru, kuliah diusia yang tidak muda lagi hingga akhirnya mendapatkan gelar Sarjana (S.Pd., SD) ceritanya cukup unik, penuh tekad, komitmen dan perjuangan, mungkin bisa saya ceritakan di lain waktu.

Akhirnya saya mendaftar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo, saya mengikuti tes seleksi masuk perguruan tinggi dengan pilihan Jurusan Pendidkan Kimia dan Jurusan Pendidikan Matematika, dan Allah taqdirkan saya lulus di Jurusan Pendidikan Matematika. Memang saya termasuk orang yang suka dengan pelajaran angka-angka daripada pelajaran kata-kata, nilai pelajaran matematika saya dari sejak SD selalu diatas rata-rata. Alhamdulillah dengan penuh perjuangan dan kesabaran dan ditengah-tengah keterbatasan ekonomi kedua orang tua, saya akhirnya lulus di perguruan tinggi tersebut dengan membawa pulang gelar Sarjana pendidikan (S.Pd).
Tidak lama setelah lulus dari perguruan tinggi, saya kemudian menikah diusia 24 tahun dan tinggal dirumah mertua di Desa Pamandati Kabupaten Konawe Selatan. 

Saya benar-benar telah mengubur keinginan saya untuk menjadi seorang arsitek, setelah saya mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan kuliah program profesi guru jurusan matematika di universitas yang sama dan mendapatkan sertifikat pendidik dengan sebutan sebagai Guru Matematika. Sekarang saya tercatat sebagai  Guru mata pelajaran matematika di SMPN 49 Konawe Selatan.

Abdul Rahman, S.Pd., Gr. itulah gelar dan profesi saya saat ini, biarlah keinginan menjadi seorang arsitek itu menjadi kenangan masa lalu dan pelajaran berharga bahwa hidup ini penuh misteri manusia hanya bisa berencana Allah yang menaqdirkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENGAPA KITA MENULIS Oleh: Abdul Rahman, S.Pd., Gr. (Sebuah resume dari Materi Video 01 Pak Cah) Isi yang Saya tangkap dari p...